Terbangun aku di pagi buta ini. Kulihat jam di dinding, pukul satu empat lima. Sejenak kukumpulkan sadarku, baru aku ingat semalam badanku teramat lemah, bahkan hanya sekadar untuk melangkah. Hujan juga tengah membadai di luar sana. Aku ingat betul memintamu membangunkanku lima belas menit setelah aku mencoba berbaring, agar aku bisa pulang. Tapi lima belas menit itu menjadi satu jam. Itupun aku terbangun sendiri.
Kulihat kau di depanku masih menghadapi buku-bukumu. Saat aku memanggilmu, kau menoleh. Kuajukan protesku, kenapa kau tak membangunkanku? Katamu, sudah tidak apa-apa, istirahat di sini saja. Aku pula tak kuasa memaksakan diri untuk beranjak, terutama untuk mendebatmu, kubaringkan lagi badanku.
Sekarang kulihat kau di sampingku, tertidur dengan sebuah bantal menutupi matamu. Laptop putihmu masih menyala, di sana, di ujung kakimu. Ah, kau membuatku cemburu dengan kesungguhanmu menuntut ilmu.
Kugeser sedikit badanku, rupanya itu membangunkanmu. Ah, betapa peka pendengaranmu, wahai gadis yang suka berbagi. tiga detik kita saling beradu tatap. Tahu bahwa aku baik-baik saja, kau pejamkan kembali kedua matamu. Tahukah engkau? Betapa nyaman perasaanku saat mendapatimu begini dekat denganku. Aku merasa terlindungi. Aku pun kembali terlelap, melanjutkan malam yang terasa begitu aneh.
Terbangun kemudian, sudah pukul empat tiga puluh. Lagi, kulihat kau sedang menghadapi buku-buku dan laptop putihmu. Ah, cemburu itu kembali menyeruak, sayangku. Kulihat sedajah merahmu terhampar dengan mukena di atasnya, kau pasti sudah shalat subuh.
Kubilang aku ingin segera pulang, kau berseru, shalat dulu. Aku pun beranjak mengambil air wudhu, sementara kau melanjutkan kesibukanmu dengan dunia ilmu. Kutuntaskan shalatku dan bersiap meninggalkan kamarmu. Hati-hati ya, ucapmu sambil menjabat tanganku erat. Aku hanya mengangguk. Kutinggalkan kamarmu setelah mendengar kau menjawab salamku.
Ah, betapa beratnya perbincangan kita semalam, sayang. Kita sama-sama tahu itu. Kau berkeras bahwa aku baik-baik saja, bahwa aku kuat menghadapi masalahku. Bahwa aku tak perlu bersandar pada siapapun selain Allah, termasuk dirimu. Kau tak ingin aku menjadi lemah oleh pikiranku sendiri. Pun, kau tetap tersenyum di sana, meyakinkanku bahwa aku bisa menemukanmu saat aku membutuhkan bantuanmu.
Terima kasih, untuk semua yang telah kau lakukan buatku. Maka, izinkan aku mencintaimu, semampuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar