29 desember 2009, pukul 07.24 di salah satu bangku coklat Fakultas Ilmu Budaya.
Kira-kira satu menit yang lalu aku sampai disini. Terlambat 23 menit dari seharusnya. Dijadwalkan hari ini akan diadakan rihlah pemandu AAI dalam rangka berakhirnya agenda AAI tahun 2009. Aku melihat satu pemandu putra duduk di bangku yang lainnya dengan posisi memunggungiku. Sama-sama menunggu. Ternyata baru kami berdua dari sekian banyak pemandu yang hadir. Satu menit, dua menit, lima menit aku menunggu tidak ada yang berubah. Baru sepuluh menit kemudian seorang pemandu putri datang ketika aku tengah membaca “buku paling sempurna” yang pernah ada di dunia. Dia menghampiri seorang perempuan yang tak kukenal, dan tenggelam dalam obrolan mereka. Aktivitas selanjutnya kembali seperti tadi. Menunggu.
Seiring waktu berjalan, berdatanganlah satu per satu pemandu itu. lima orang pemandu putri –termasuk diriku- dan beberapa orang pemandu putra yang tidak kuketahui jumlahnya. Eits, ada tambahan satu orang pemandu putri.
Tigabelas menit lewat pukul Sembilan, kami beranjak dari kampus FIB dengan mengendarai motor. Rombongan dipisah antara putra dan putri. Tiga orang pemandu putri yang jadi “supir” –entah ada yang sadar atau tidak- memakai kacamata semua. Kompak. Kebut-kebutan, salip menyalip, dan menelusup di antara keramaian jalan menuju parangtritis. Seru. Dengan kecepatan berkisar 50-60 kmh, kami sampai di pantai depok pukul 10.19.
Hal pertama yang kami lakukan adalah, membeli ikan. Empat setengah kilo ikan-yang tidak kami tahu namanya- berhasil kami bungkus. Alasan klasik, cari yang paling murah biar bisa makan rame-rame. Ditengah prosesi pembelian itu, rombongan putra bergabung dan kami bersama menuju warung makan. Urusan ikan diserahkan pada si empunya warung. Kami menguasai empat meja di sana. Acara langsung dibuka dengan pembukaan dan tilawah. –sedikit informasi-, tiga orang yanmg datang lebih dulu dari kami terlihat heran dengan yang kami lakukan. Senyum mereka seolah berkata, “jauh-jauh ke pantai Cuma buat ngaji”. (prasangka penulis-red). Acara “ngaji” itupun tidak terlalu kondusif karena kami diperdengarkan lagu-lagu “aneh” yang membuat kami sedikit tertawa. Setelah tilawah, dilanjutkan dengan perkenalan antar pemandu. Perkenalan lintas angkatan, kira-kira begitulah judulnya. Setelah perkenalan singkat itu, ada sedikit permainan yang intinya adalah tentang “kesan pertama”.
Diistirahatkan dengan shalat duhur, kami kembali menemukan kesegaran ditengah cuaca panas ala daerah pantai. Aroma ikan bakar sudah mampir di hidung kami. Rasa lapar yang memang sengaja diciptakan, membuat hidangan itu terasa begitu nikmat. Kurang dari empatpuluh lima menit, ikan-ikan itu ludes disantap. Alhamdulillah. Kegiatan selanjutnya adalah meniup balon sampai pecah. Tapi para pemandu putra tidak begitu tertarik dengan kegiatan ini. Akhirnya, acara ditutup dan kami langsung berlari ke pantai.
Semakin sore semakin banyak orang di pantai. Kami menikmati sajian karunia Allah dengan penuh sukacita. Ombak yang saling mengejar, pasir yang terasa begitu lembut. Subhanallah… teriakan dan tawa membuat emosi kami terasa lega. Dan akhirnya datanglah waktu untuk pulang.
Satu hari di pantai depok, saat-saat yang begitu memberi pengalaman hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar