Dua tahun. adakah bagimu ini waktu yang sebentar, ukh?
tergantung dari sudut pandang mana kau meminta jawabanku, ukhty sayang.
dalam cara yang seperti apa waktu ini menjadi sebentar bagimu?
pertemuan kita, kebersamaan kita, serasa baru kemarin aku menemuinya. pelajaran yang kudapat darimu masihlah seujung kuku, aku masih ingin mendapatkannya lagi.
dan keadaan semacam apa yang membuat dua tahun itu menjadi lama bagimu?
karena selama itu, aku masih belum mampu memberikan apa-apa padamu.
kau bercanda, ukh. pikirmu selama ini apa yang telah kau lakukan padaku? kau memberiku pelajaran, semangat, dan dukunganmu.
lalu dirimu, apa dua tahun waktu kita bagimu?
jika waktu dapat ku kendalikan, aku ingin tetap berada di waktu ini bersamamu. Namun bukankah detik itu terus berlari?
dan ia tak akan pernah kembali.
aku merasa belum mengenalmu, ukh.
maka begitu pula aku. Masih sering bersikap egois dan tak peka pada keadaanmu.
dan aku selalu tak ada saat kau perlu seorang teman.
Tapi, bukankah kita senantiasa mengingatkan saat sudah berjalan keluar jalur ini?
dan senantiasa menasihati saat hati-hati kita telah menjadi begitu kering.
Dan, bagaimanapun, perpisahan itu suatu keniscayaan yang tidak bisa kita hindari bukan?
hanya raga kita yang mungkin akan terbatasi ruang dan waktu, ukh. Bukankah hati kita masih saling berpelukan? sama seperti pertemuan pertama kita. hati-hati kita telah saling mendekap, bahkan saat tangan belung saling berjabat.
Maka, ingatlah selalu aku dalam setiap shalat malammu, ukhty.
dan tolong selalu sebut namaku dalam setiap doa yang kau panjatkan.
(kita sama tersenyum. genggam itu semakin erat. dan jingga di senja itu menjadi saksi saat kita mengambil langkah kita masing-masing.
Saudaraku, dimanapun kita berada, semangat dedikasi itu selalu menyala. ku berharap, suatu hari nanti kita akan dipertemukan dalam kebahagiaan yang lebih barakah. amin. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar