Catatan di satu petang, selepas bertemu dengan saudaraku yang satu itu.
Ukhty, ada yang sedang bergemuruh di dadaku saat ini. Bahagia, haru, dan juga pedih. Bahagia serta haru, karena akhirnya aku bisa bertemu denganmu dan menyampaikan hadiah kecil yang sudah kupersiapkan untukmu. Pedih, karena aku tak suka dengan perpisahan kita, sesuatu yang amat sangat kutakutkan sejak awal pertemuan dulu. Namun bagaimanapun, itulah sebuah keniscayaan yang tak bisa kita pungkiri, bukan? Maka aku berusaha untuk menerimanya, dengan senyuman. Dan, itu pula yang kuminta darimu.
Kau tahu? Saat pertama kali aku mengetahui bahwa kau sakit, ada sesuatu yang begitu mengusikku, menyesakkan dadaku. Kucoba menghubungimu, tak pernah ada jawaban. Dan itu sungguh membuatku sangat khawatir. Ada dua kemungkinan yang bisa kupikirkan: Sakitmu begitu parah sampai kau tak bisa menjawab sms dan telponku, atau, ada sesuatu dari diriku yang meninggalkan ketidakridhaan di hatimu sehingga kau memilih untuk mengabaikanku. Dan jawaban itu kuperoleh juga: Katamu kau tak mau membuatku khawatir. Yah, aku bisa menerimanya, meskipun sempat ku kesal karena tak tahu keadaanmu.
Ba’da ashar tadi, seorang temanmu memberitahu bahwa kau sudah sampai. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Hujan di luar begitu deras. Aku tak yakin bisa menerobosnya, karena kemarin malam aku bahkan tidur lebih awal sebab sakit itu kembali menggerogoti. Lalu kutanyai beberapa temanku, adakah yang bisa mengantarku ke tempatmu dengan motornya? Tidak ada. Sejenak kupikirkan untuk memberikannya besok saja, aku akan mencegatmu di kampus.
Tapi, siapa yang bisa menjamin aku masih hidup besok pagi? Kubulatkan tekadku untuk menerobos hujan deras itu. Dengan sepeda yang tak bisa kuajak melaju cepat itu, kubiarkan butir-butir air itu membasahiku. Nikmat sekali, ukh. Kurasakan betul setiap kayuhan untuk menuju ke tempatmu. Memburu nafas untuk tetap memperoleh tenaga. Asyik sekali. Dan, tahukah engkau? Tanjakan itu berhasil kulewati tanpa aku harus turun terlebih dahulu –meski dengan susah payah-.
Dan, banjir yang kudapati sepanjang jalan itu, berhasil membuat kaos kaki dan rokku basah. Aku berpikir nanti akan memintamu keluar untuk menemuiku, atau, kau izinkan aku masuk dengan catatan aku akan membasahi lantai kamarmu. Namun ku urungkan niat itu. Aku ingin memberikannya langsung padamu, aku yang datang menemuimu, sebuah kejutan untukmu.
Kau sedang membereskan barang-barangmu saat aku melangkahkan kaki ke kamarmu. Apa tadi ekspresi itu? terkejut, senang yang bercampur dengan kesal, saat aku menunjukkan hadiah yang sudah kupersiapkan untukmu. Katamu aku terlalu merepotkan diriku. saat sadar aku datang dari hujan yang deras itu, kau berkeras memaksaku untuk berganti pakaian, sampai kau bolak-balik mencari pakaian untukku di lemarimu. tapi, aku berhasil menunjukkan padamu, bahwa aku baik-baik saja, bajuku tidak basah.
Tahukah engkau, Ukhty-ku sayang, ada banyak hal yang ingin kusampaikan padamu. Ganjalan dan beban yang sungguh ingin kubagi, agar aku tak menanggungnya sendiri. Namun sungguh, aku tak kuasa untuk memberitahukannya kepadamu. Maka, aku hanya bisa tersenyum, karena kutahu, kau pasti juga lelah dengan sakitmu yang belum sembuh itu.
Maafkan aku telah memaksamu untuk membacakan surat itu. Aku tahu, kau pasti akan menitikkan bening dari sudut matamu jika kau membacanya, itulah dirimu. Tapi aku tetap mendesak, karena yang kuinginkan adalah mendengar suaramu, membacakan itu untukku. Di sepertiga surat itu, kau benar-benar membanjir. Maka kuambil ia untuk melanjutkan bacaanmu tadi. Dan, kau semakin mengharu. Hingga selesai ku membacanya, akhirnya kita berpeluk mesra. Kita saling membisikan nasihat, saling menguatkan.
Aku tahu, hari ini aku telah membuatmu menangis. Maaf untuk itu. Yang jelas, kurasakan ganjalan yang itu sudah terlepas, aku sudah menunaikan mimpiku.
Dan selepas ini, biarlah ruh-ruh kita tetap saling berpeluk mesra, hati-hati kita saling mendoa, dan, senyum-senyum kita saling memberi semangat. Meskipun nantinya aku pergi ke pulau yang katamu asing dan kau tidak bisa mengaksesnya itu, insyaallah akan selalu ada pelajaran dari setiap hal, ukh. Semoga kita bisa bertemu lagi, dalam kebarakahan persaudaraan kita. Tetaplah tersenyum, ukhty-ku sayang, karena itu yang selalu menguatkanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar